Kamis, 25 Oktober 2012

KPK VS POLRI: Kapolri Perintahkan Provost Ditarik dari KPK



JAKARTA–Menkopolhukam Djoko Suyanto menegaskan bahwa Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo sudah menyatakan kesanggupan untuk menarik anggotanya yang kini berada di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam wawancara dengan wartawan MetroTV, Djoko mengatakan sejak awal dirinya sudah melakukan cross check kepada Jenderal Timur setelah mendapatkan informasi tentang ketegangan yang terjadi di gedung KPK.
“Kapolri kaget, tidak ada perintah untuk. Untuk itu, jam itu juga, saya minta untuk ditarik. Kapolri mengecek dulu. Setelah mengecek, Kapolri mengatakan sudah sanggup menarik [aparat polisi di gedung KPK],” ujar Djoko, Jumat 5 Oktober 2012.
Sebelumnya sejumlah anggota kepolisian mendatangi kantor KPK terkait dengan penjemputan paksa sejumlah penyidik KPK.Anggota Kepolisian yang berjumlah belasan orang tersebut memaksa masuk ke dalam kantor KPK. Berdasarkan pantauan Bisnis beberapa berpakaian batik dan sisanya berseragam provost.
Anggota Kepolisian sempat bersitegang dengan petugas keamanan KPK. Mereka memaksa ingin menjemput paksa  lima orang penyidik yang menolak kembali bertugas ke Kepolisian. Sultan Eries A/JIBI/Kabar24.


KPK Vs POLRI: Polri Mencoreng Muka Sendiri

        Dari arus berita “penyerbuan” beberapa petugas Polisi (dari Polda Bengkulu) dan Provost Polri untuk menangkap Kompol Novel Baswedan (NB) mulai sedikit demi sedikit terkuak. Masyarakat sangat berterima kasih atas berita yang begitu cepat mengalir dari media TV maupun situs-2 berita yang ada,karena dengan demikian dapat dirangkai sebuah opini mendasar bahwa didalam tubuh Polri tersimpan banyak oknum perwira menengah dan perwira tinggi yang tidak pro terhadap pemberantasan korupsi. Itu artinya institusi Polri sudah mencoreng mukanya sendiri. Kenapa? Karena di masyarakat sekarang sudah berkembang opini sebagai berikut :
1. Penyidik POLRI yang berada di KPK sebenarnya bukan orang “bersih” juga,ada track record yang sengaja disembunyikan oleh institusi Polri sebagai “kartu truf” untuk membungkam mereka bilamana suatu ketika para penyidik tersebut mengusut kasus tertentu yang bisa melibatkan hampir keseluruhan petugas Polisi dari tingkat bawah sampai perwira tingginya (atau bahasa halusnya adalah “membahayakan” institusi Polri). Ini terbukti dengan kasus NB yang diceritakan terjadi pada tahun 1999 & kemudian diputus dalam sidang kode etik tahun 2004 tetapi ternyata tiba-2 akan ditangkap di menjelang akhir tahun 2012. Apalagi NB diberitakan adalah sebagai salah satu penyidik kasus Simulator SIM yang heboh tersebut dan memang sudah diincar sejak penggeledahan kantor Korlantas. Masyarakat menilai tindakan menangkap NB adalah tidak fair,sebab contoh ini bisa terjadi pada seorang Prabowo Subianto yang sudah diadili di sidang kode etik waktu itu dan kemudian dicopot dari TNI,dan nanti bilamana ybs menjadi Presiden RI kemudian ditangkap oleh institusi TNI karena “pernah” dinyatakan bersalah pada peristiwa Mei 1998.
2. Masyarakat menilai adanya pertarungan didalam tubuh Polri yang tidak bisa dikendalikan oleh Kapolri Timur Pradopo,sebab diberitakan Menkopolhukam Djoko Suyanto yang meminta Kapolri menarik polisi dan Provost Polri ternyata di respon oleh Kapolri bahwa tidak ada perintah “penyerbuan” para polisi dan Provost untuk menangkap NB. Terus siapa yang memerintahkan…? Ataukah Kapolri atau Menkolhukam yang sedang berbohong setelah melihat reaksi para tokoh masyarakat pengiat anti korupsi serta masyarakat luas yang membela institusi KPK….? Dengan kondisi ini,maka institusi Polri dinilai sudah sangat lemah dan bobrok,karena seperti sekumpulan preman yang suka bergerak sendiri-2 sesuai kepentingan masing-2 kelompok yang ada di tubuh organisasi tersebut. Polri sudah mencoreng mukanya sendiri…!
3. Opini masyarakat semakin menguat,bahwa kasus Simulator SIM tidak hanya dilakukan oleh beberapa oknum perwira Polisi saja,tetapi secara keseluruhan melibatkan petinggi-2 Polri yang bisa saja melibatkan Wakapolri dan Kapolri. Tuduhan masyarakat ini tidak main-2,sebab dengan sepak terjang institusi Polri yang terus menerus mengesankan menghambat penyidikan kasus ini,maka institusi Polri semakin tercoreng sebagai ladang koruptor . Hal ini berbeda bila Kapolri dan Wakapolri dalam tindakan dan ucapannya mau “menyerahkan” kasus ini ke KPK,bukan terkesan berbelit-belit dan defensif serta berputar-putar ke aturan hukum yang diyakininya. Mereka tidak peka terhadap perkembangan yang ada di masyarakat,kalau memang tidak bersalah tentu nantinya para perwira yang disidik bisa direhabilitasi ….Justru masyarakat bertanya,mengapa mereka begitu ngotot untuk hal ini,apakah itu berarti mereka juga sedang melindungi dirinya sendiri…?
Polri harus memahami,bahwa bila “hiruk pikuk” KPK vs Polri diteruskan sampai ke titik yang paling panas,maka dipastikan yang membela institusi KPK akan memenangi pertarungan ini,bahkan bisa terjadi kemungkinan Presiden SBY dianggap melindungi koruptor karena tidak melakukan apapun terhadap KPK vs Polri,atau bahkan bisa dituduh sebagai dalang kekisruhan ini. Akhirnya kasus hukum bisa berimbas kepada kasus politik yang lebih besar dengan biaya politik yang sangat besar.
Sebaiknya memang Polri tidak mencoreng mukanya sendiri,jadikan momen ini sebagai pembersihan para Polisi yang nakal,baik dari tingkat bawah sampai perwira tingginya. Sekali tepuk,bangsa dan negara Indonesia terselamatkan….!


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar