JAKARTA–Menkopolhukam Djoko Suyanto menegaskan bahwa Kapolri Jenderal
Pol. Timur Pradopo sudah menyatakan kesanggupan untuk menarik anggotanya
yang kini berada di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam wawancara dengan wartawan MetroTV, Djoko mengatakan sejak awal
dirinya sudah melakukan cross check kepada Jenderal Timur setelah
mendapatkan informasi tentang ketegangan yang terjadi di gedung KPK.
“Kapolri kaget, tidak ada perintah untuk. Untuk itu, jam itu juga,
saya minta untuk ditarik. Kapolri mengecek dulu. Setelah mengecek,
Kapolri mengatakan sudah sanggup menarik [aparat polisi di gedung KPK],”
ujar Djoko, Jumat 5 Oktober 2012.
Sebelumnya sejumlah anggota kepolisian mendatangi kantor KPK terkait
dengan penjemputan paksa sejumlah penyidik KPK.Anggota Kepolisian yang
berjumlah belasan orang tersebut memaksa masuk ke dalam kantor KPK.
Berdasarkan pantauan Bisnis beberapa berpakaian batik dan sisanya
berseragam provost.
Anggota Kepolisian sempat bersitegang dengan petugas keamanan KPK.
Mereka memaksa ingin menjemput paksa lima orang penyidik yang menolak
kembali bertugas ke Kepolisian. Sultan Eries A/JIBI/Kabar24.
KPK Vs POLRI: Polri Mencoreng Muka Sendiri
Dari arus berita “penyerbuan” beberapa petugas Polisi (dari Polda
Bengkulu) dan Provost Polri untuk menangkap Kompol Novel Baswedan (NB)
mulai sedikit demi sedikit terkuak. Masyarakat sangat berterima kasih
atas berita yang begitu cepat mengalir dari media TV maupun situs-2
berita yang ada,karena dengan demikian dapat dirangkai sebuah opini
mendasar bahwa didalam tubuh Polri tersimpan banyak oknum perwira
menengah dan perwira tinggi yang tidak pro terhadap pemberantasan
korupsi. Itu artinya institusi Polri sudah mencoreng mukanya sendiri.
Kenapa? Karena di masyarakat sekarang sudah berkembang opini sebagai
berikut :
1. Penyidik POLRI yang berada di KPK sebenarnya bukan orang “bersih”
juga,ada track record yang sengaja disembunyikan oleh institusi Polri
sebagai “kartu truf” untuk membungkam mereka bilamana suatu ketika para
penyidik tersebut mengusut kasus tertentu yang bisa melibatkan hampir
keseluruhan petugas Polisi dari tingkat bawah sampai perwira tingginya
(atau bahasa halusnya adalah “membahayakan” institusi Polri). Ini
terbukti dengan kasus NB yang diceritakan terjadi pada tahun 1999 &
kemudian diputus dalam sidang kode etik tahun 2004 tetapi ternyata
tiba-2 akan ditangkap di menjelang akhir tahun 2012. Apalagi NB
diberitakan adalah sebagai salah satu penyidik kasus Simulator SIM yang
heboh tersebut dan memang sudah diincar sejak penggeledahan kantor
Korlantas. Masyarakat menilai tindakan menangkap NB adalah tidak
fair,sebab contoh ini bisa terjadi pada seorang Prabowo Subianto yang
sudah diadili di sidang kode etik waktu itu dan kemudian dicopot dari
TNI,dan nanti bilamana ybs menjadi Presiden RI kemudian ditangkap oleh
institusi TNI karena “pernah” dinyatakan bersalah pada peristiwa Mei
1998.
2. Masyarakat menilai adanya pertarungan didalam tubuh Polri yang tidak
bisa dikendalikan oleh Kapolri Timur Pradopo,sebab diberitakan
Menkopolhukam Djoko Suyanto yang meminta Kapolri menarik polisi dan
Provost Polri ternyata di respon oleh Kapolri bahwa tidak ada perintah
“penyerbuan” para polisi dan Provost untuk menangkap NB. Terus siapa
yang memerintahkan…? Ataukah Kapolri atau Menkolhukam yang sedang
berbohong setelah melihat reaksi para tokoh masyarakat pengiat anti
korupsi serta masyarakat luas yang membela institusi KPK….? Dengan
kondisi ini,maka institusi Polri dinilai sudah sangat lemah dan
bobrok,karena seperti sekumpulan preman yang suka bergerak sendiri-2
sesuai kepentingan masing-2 kelompok yang ada di tubuh organisasi
tersebut. Polri sudah mencoreng mukanya sendiri…!
3. Opini masyarakat semakin menguat,bahwa kasus Simulator SIM tidak
hanya dilakukan oleh beberapa oknum perwira Polisi saja,tetapi secara
keseluruhan melibatkan petinggi-2 Polri yang bisa saja melibatkan
Wakapolri dan Kapolri. Tuduhan masyarakat ini tidak main-2,sebab dengan
sepak terjang institusi Polri yang terus menerus mengesankan menghambat
penyidikan kasus ini,maka institusi Polri semakin tercoreng sebagai
ladang koruptor . Hal ini berbeda bila Kapolri dan Wakapolri dalam
tindakan dan ucapannya mau “menyerahkan” kasus ini ke KPK,bukan terkesan
berbelit-belit dan defensif serta berputar-putar ke aturan hukum yang
diyakininya. Mereka tidak peka terhadap perkembangan yang ada di
masyarakat,kalau memang tidak bersalah tentu nantinya para perwira yang
disidik bisa direhabilitasi ….Justru masyarakat bertanya,mengapa mereka
begitu ngotot untuk hal ini,apakah itu berarti mereka juga sedang
melindungi dirinya sendiri…?
Polri harus memahami,bahwa bila “hiruk pikuk” KPK vs Polri diteruskan
sampai ke titik yang paling panas,maka dipastikan yang membela institusi
KPK akan memenangi pertarungan ini,bahkan bisa terjadi kemungkinan
Presiden SBY dianggap melindungi koruptor karena tidak melakukan apapun
terhadap KPK vs Polri,atau bahkan bisa dituduh sebagai dalang kekisruhan
ini. Akhirnya kasus hukum bisa berimbas kepada kasus politik yang lebih
besar dengan biaya politik yang sangat besar.
Sebaiknya memang Polri tidak mencoreng mukanya sendiri,jadikan momen ini
sebagai pembersihan para Polisi yang nakal,baik dari tingkat bawah
sampai perwira tingginya. Sekali tepuk,bangsa dan negara Indonesia
terselamatkan….!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar